Sabtu, 10 Desember 2011

Puisi Untuk Ify

Aku membuka mataku yang begitu enggan
bersahabat dengan pagi yang sudah menjemputku
sebelum aku sadar bahwa aku tertidur di kasur ini.
Dengan berat aku berusaha menenangkan bisikan-
bisikan tubuhku yang menginginkan kembali terlelap
tanpa mengacuhkan matahari pagi. Terdengar samar alunan nada merdu dari arah meja belajarku yang
seolah-olah mengucapkan selamat pagi kepada ku.

“…I kept my feelings so deep, I kept my dreams of
you and me somewhere inside. Although I prayed
that you would see it in my eyes, But this is my last
chance to say What’s in my heart before you stay out of my life And then you’ll understand the way I
feel inside…”
Sepenggal lirik langsung tertangkap oleh alam
sadarku yang belakangan ini sering sekali aku
dengarkan saat menemani dinding-dinding bisu di
kamar tidurku ini.
Sempurna !! bisikku dalam hati, sambutan pagi yang sangat “hangat”, hingga aku
kembali teringat percakapan di dunia maya antara
aku dan seseorang tadi malam yang berjalan sangat
singkat, padat dan tak jelas! Untuk pertama kalinya
setelah beberapa bulan aku mengenalnya.


Aku menggosok-gosokkan mataku dengan jemari yang nampak lelah setelah semalaman memetik
dawai-dawai gitarku dengan lirih sebelum tertidur.
Mataku beranjak ke arah jam dinding yang sudah tak
bernyawa setelah kamar ini kubiarkan kosong
semenjak beberapa hari yang lalu. Dan lagu yang
menyambut “hangat” pagiku itu masih dialunkan dengan merdu oleh Julie Iris Fernandez, vokalis
M.Y.M.P, dari sebuah benda dengan tinggi kira-kira 40
cm yang biasa orang sebut “speaker”, tapi aku
lebih nyaman menyebutnya “Roommate”. Konyol
memang, tapi benda itulah yang biasa menemani ku
tidur di kamar yang tak terlalu luas ini. Bola mataku langsung mencari-cari sebuah benda yang biasa
menemaniku kemana saja aku berada, ya sebuah
ponsel hitam mungil yang selalu hadir di dekatku.
Selain untuk menelpon dan mengirim pesan singkat,
ponsel itu selalu menjadi tempat curahan hatiku
melalui puisi-puisi yang biasa ku ketik dan kusimpan di ponsel itu.

“Ah..ada dua pesan” bisikku parau dan sedikit
serak.

“Ify...”
Pesan pertama hanya berisi Pagi Juga,
pesan kedua berisi dua kata, lagi dan ngapain, dan seperti biasa ify selalu mengakhiri kalimatnya
dengan tanda seru, persis seperti seseorang yang
pernah mengisi hatiku 6 tahun yang lalu.Nampak
berbeda dari biasanya, fikirku penuh kecurigaan dan
tiba-tiba saja pagi ini terasa sangat berbeda.


Masih dengan sedikit ling-lung dan rasa kecewa di hati, entah kenapa, aku mulai berfikir keras kapan
aku mulai tertidur. Yang aku ingat hanya berdiam di
atas kasur ku sambil memandang langit-langit
kamarku sepulang dari rumah temen. Mungkin
aku ketiduran waktu ngelamun tadi, fikirku sambil
berusaha tak terlalu mengacuhkannya. Rasanya berat sekali mengangkat tubuhku, udara
sangat dingin pagi ini membuatku semakin enggan
menghadapi pagi yang terasa sangat kosong. Selain
itu, aku tidur terlalu larut tadi malam, atau mungkin
lebih pantas disebut “pagi”. Masih tergambar di
otakku bagaimana mataku dengan nakal memberontak keinginanku untuk tetap terjaga
menanti subuh yang kurang 2 jam lagi hadir. Dan
akhirnya aku terlelap pada pukul 02.30 pagi tadi
setelah lebih dari 2 jam berbicara dengan sahabat
yang sudah ku kenal semenjak tingkat 1 di kampus.
dan sekarang kami sudah tingkat 4. Tapi, tadi malam adalah kali pertamanya aku curhat serius ke dia
setelah 3 tahun mengenalnya. Karena sebelumnya
aku pernah menyimpan rasa padanya, tapi akhirnya
aku sadar kalau orang seperti dia lebih nyaman jika
dijadikan sahabat.
Semua ucapan dia tiba-tiba terlintas kembali di daun telingaku dan bagaikan lorong waktu di film Back To
The Future, fikiranku melayang jauh menuju kejadian
tadi malam.


***

“Sekarang kamu gak bisa ngelakuin apa-apa, yo.
Kamu cuma bisa sabar trus nunggu biar waktu yang menjawab semuanya. Lagian kan emang kamu udah
bilang kalo kamu gak mau pacaran.” Suara nyaring
wanita itu masih menemaniku setia lewat nasihat-
nasihatnya, dialah Shilla, sahabat yang sudah ku kenal
semenjak tingkat 1.

“Aku setuju dengan kamu, shil. Tapi ga tau kenapa perasaan itu selalu muncul di hati aku. Dan kalo udah
gitu, aku langsung cepat-cepat mengikisnya. Aku gak
mau terlalu berharap ke sesuatu yang masih samar.
Tapi, terkadang ucapan-ucapan dia seakan-akan
memberi peluang itu, tapi terkadang seakan menutup
rapat pintu itu buat aku.” Ucapku lirih.
“Itu manusiawi banget kali, yo. Wajar kalau kita
punya keinginan untuk memiliki seseorang yang kita
sayangi. Begitu juga dengan perasaan ingin
melindungi.”

“Tapi perasaan itu yang paling aku benci, shill!”
nada suaraku sedikit menaik dari sebelumnya. Dadaku terasa sangat sesak seolah-olah terhimpit
lemari kayu seberat 2 ton.
Aku mencoba
menenangkan diri sambil menghirup nafas dalam-
dalam dan menghelanya diiringi lantunan merdu yang
tertangkap jelas oleh telingaku.

“..Tiada yang tersembunyi, tak perlu mengingkari rasa sakitmu, rasa sakitku. Tiada lagi alasan, inilah
kejujuran…”
Suara merdu Dewi Lestari dan Aqi Alexa memancing
hatiku untuk berteriak lebih keras, hingga semakin
dalam dapat kurasakan nama wanita yang mencuri
hatiku itu mengalir di darahku berbalut rindu yang tak mungkin terbalaskan.

“…Sadari diriku pun kan sendiri, di dini hari yang
sepi. Tetapi apalah arti bersama, berdua namun semu
semata…”,

“Aku terlalu mendramatisir! Aku terlalu terbawa
suasana! Lemah!”, teriakku dalam hati. Dan masih berusaha mengacuhkan gejolak-gejolak yang
berhembus nakal di dadaku, aku berusaha
melanjutkan ucapanku tadi kepada shilla.

“Aku belum siap untuk yang terburuk, shill. Belum
lagi si Debo juga suka ke dia. Dan dia udah cerita ke
aku kalau dia suka Ify sebelum rasa ini ada, Shil!” Aku sedikit gemetar saat mengucapkan ini, dadaku
sesak sesaat. Sepertinya tak tega, Debo sahabat yang
sudah lama sekali aku kenal, bahkan sebelum aku
mengenal shilla.

“Ia, aku tau. Entah mindset darimana, dari dulu
selalu ada anggapan kalau yang duluan cerita dan ngasih tau ke temen, berarti yang memiliki. Aku ga
setuju dengan cara berfikir seperti itu.” shilla
berusaha mempertegas opininya.

“debo hanya suka sesaat mungkin, Cuma bcanda-
bcandaan aja. Kamu tau lah dia gimana orangnya.”
shilla seperti berusaha menghiburku.
“Justru itu, shil! Aku tau banged dia seperti apa,
Aku lebih tau tentang debo daripada kamu. Kalau dia
udah suka sama orang, dia bakal bener-bener suka,
gak main-main.”

“Dan aku tau dia orang yang sangat membenci
penghianatan.” Entah darimana kata itu muncul tiba- tiba saja terlintas di benakku. Dan sekarang aku mulai
berfikir aku lebih hina dari Wormtail yang
menghianati orang tua Harry Potter hingga mereka
mati di tangan Voldemort.

“Itu bukan penghianatan, yo! Itu hal yang sangat
wajar.Tuhan yang menghembuskan suara hati itu. Semua sudah di atur oleh Tuhan. Semuanya itu hanya perlu kedewasaan kalian dalam berfikir.”

Aku hening sejenak tak dapat berkata apa-apa,
sebagian jiwaku sedikit tersemangati oleh ucapan
shilla. Tapi sebagian jiwaku yang lain masih tak dapat
menerimanya. Terlintas di benakku seandainya saja
aku tak mengenal Debo. Rasa ini terlalu besar untukku mengalah dan membunuh perasaan ini, aku
sudah benar-benar hanyut dalam perasaan cinta ini,
bermula dari kekaguman ku padanya. Kedewasaan
cara berfikirnya, sikap kepedulian sosialnya yang tak
pandang bulu dan cita-cita mulianya. Hal terakhir ini yang membuatku benar-benar jatuh hati padanya.

” Dia benar-benar tipe kekasih idamanku.”, ucapku
dalam hati.

“RIO!!”suara Shilla memecah lamunanku.

“Eh..maaf Shil, aku ngelamun tadi.”

“Dia tau isi hati aku, shil. Aku cerita semuanya hari itu, tapi sama sekali gak ada kata aku sayang kamu,
aku cinta kamu atau aku suka kamu. Aku cuma bilang
aku kagum sama dia dan ingin mengenal dia lebih
dalam lagi, tapi bukan pacaran. Udah bukan saatnya
lagi main-main seperti itu, shil.”

“Ia, aku juga sependapat sama kamu mengenai pacaran,yo. Tapi kalo boleh nanya, memangnya awal
mulanya gimana sih kamu bisa ngungkapin
kekaguman kamu itu? Kapan kejadiannya? Kok aku
ga tau sih?” Ucap shilla yang tak kalah tegasnya
dengan polisi yang sedang menginterogasi pembunuh
berdarah dingin yang sudah membunuh satu desa!! Ah!! Pemikiranku semakin tak menentu.

“Panjang, shill. Dan rumit...”, aku mulai mengingat-
ingat awal dari semua cerita itu. Awal mula dari rasa
cinta ini, awal mula dari rasa kagum ini, awal mula
dari seorang gadis manis bernama ify.
Dan aku menemukan satu titik. Satu titik yang aku anggap sebagai awal mula ify mengetahui perasaan
ini. Walaupun sebenarnya semuanya sudah dimulai
jauh sebelum malam itu. Sebuah malam yang penuh
dengan detak jantung yang bedegup kencang, sebuah
malam yang penuh dengan pusaran otak, sebuah
malam yang penuh dengan kejadian-kejadian tak terduga, sebuah malam yang membebaskan
belenggu di hatiku! Berawal dari bulan purnama, suara ombak disertai
angin laut, dan sebuah cerita, sebuah puisi rindu,
untuk ify...

***

Dan jingga berpadu biru,

Saat kelabu membayang semu,

Bisikan langit membiusku,

Lelapkanku dalam bayanganmu,

Seakan beralih langit melawanku,
Mencabik kalbu dalam belenggu,

Aku berlalu perlahan menunggu,

Ketika kalbu berucap namamu,

Dan diantara nyata dan maya yang bergemuruh,
Hatiku memandangmu...


SUMBER FBFC---> http://www.facebook.com/profile.php?id=100002201550151&sk=wall

Tidak ada komentar:

Posting Komentar